Menulis Resensi Buku

Resensi adalah bentuk tulisan pertimbangan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya,  baik karya berbentuk buku ilmiah, novel, majalah, bahkan film. Resensi bertujuan menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah hasil karya yang dipromosikan itu layak atau tidak.

Resensi buku merupakan ulasan tentang penilaian sebuah buku. Tujuan resensi buku untuk memberitahukan kepada pembaca tentang kualitas sebuah buku. Penilaian terhadap sebuah buku ditinjau dari berbagai segi. Tentu didasarkan pada sikap yang obyektif tentang kelebihan sebuah buku termasuk kekurangannya.

Hal-hal yang ditulis dalam resensi buku meliputi:

1.Identitas Buku

Pada identitas buku, yang perlu ditulis adalah:

~ Judul buku

~ Penulis atau pengarang

~ Penerbit dan kota

~ Tahun terbit dan cetakan

~ Tebal halaman

2. Bagian Isi Buku

Untuk menjelaskan isi buku, ada hal-hal yang disampaikan kepada pembaca, antara lain:

~ Tujuan penulisan buku, tampak dari kata pengantar penulis atau pendahuluan.

~ Isi secara umum, bisa dilihat dari isi buku yang tampak di daftar isi.

~ Penilaian kualitas isi. Dasar penilaian didasarkan pada criteria kelebihan dan

kekurangan buku.

~ Kelebihan dan kekurangan buku busa dilihat dari isi materi, gaya penyampaian

(bahasa), dan pengorganisasian.

Sebelum menulis buku, orang yang meresensi buku (resensator) harus membeca buku yang akan diresensi.

Ada sedikit perbedaan dalam menulis buku fiksi dan nonfiksi. Menulis buku fiksi, resensator harus menampilkan sekilas jalan cerita dan menilainya dari kacamata sastra (synopsis). Adapun untuk karya nonfiksi atau buku ilmiah, resensator menilai aspek-aspek yang berawal dari bidang ilmu atau topik yang digali. Apakah buku itu berhubungan, berguna, atau berkualitas.

Untuk menjadi seorang resensator, dibutuhkan:

1)      Memiliki kegemaran membaca.

2)      Memiliki wawasan tentang buku yang dibaca.

3)      Memiliki kemampuan menilai buku secara obyektif.

 

Contoh Resensi

Dikutip di majalah  “Cerdas” Jawa Pos Surabaya

Diresensi oleh Ratman Boomen (JP Books)

 

Membangun Generasi Berkarakter

Judul                : Pendidikan Berbasis Karakter
Penulis             : Drs. Najib Sulhan, MA
Penerbit           : Jaring Pena, Surabaya
Cetakan           : Pertama, 2010
Tebal               : viii + 184 halaman

Ada berbagai pertanyaan yang muncul saat kita melihat tawuran pelajar atau mahasiswa. Salah satunya adalah, kenapa orang yang berpendidikan kok malah melakukan tindakan yang tidak terdidik? Apa yang salah dengan pendidikan? Jika ada yang salah dengan pendidikan kita, lalu apa solusinya?

Berbagai seminar, kajian, lokakarya, dan penelitian pun dilakukan oleh para pakar untuk menjawab persoalan tersebut. Berbagai pandangan masyarakat umum pun mengemuka. Benang merah yang dapat ditarik dari persoalan tersebut: karena pendidikan mengutamakan angka-angka akademis semata dan meninggalkan akhlak.

Selain itu, juga tidak adanya sinergisitas antara pendidikan di sekolah dan pendidikan di keluarga. Pendidikan sekolah hanya terjadi di ruang-ruang kelas. Dan selain ruang kelas dirasa bukan ruang pendidikan, akhirnya, pendidikan hanya menempati “pojok” masyarakat kita dan tidak holistik. Pendidikan hanya mengejar angka dan semata menjadi tanggung jawab sekolah. Orangtua yang “memiliki” anak dan hampir 24 jam berinteraksi dengan anaknya, banyak yang merasa tidak perlu mendidiknya di rumah. Benarkah demikian?

Menyadari hal tersebut, dunia pendidikan akhir-akhir ini menyuarakan pendidikan karakter. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh pun menyampaikan bahwa Presiden SBY mencanangkan Pendidikan Berbasis Karakter pada 2 Mei 2010. Menyambut itu, penerbit Jaring Pena telah menerbitkan buku Pendidikan Berbasis Karakter; Sinergi antara Sekolah dan Rumah dalam Membentuk Karakter Anak.

Buku karya praktisi dan tokoh pendidikan, Drs. Najib Sulhan, MA ini merupakan buku yang menyajikan ulasan bagaimana pendidikan berbasis karakter dibangun dan direalisasikan. Dengan bahasa yang enak dan struktur yang jelas, konsep pendidikan berbasis karakter mudah dipahami dan dilaksanakan. Buku setebal 184 halaman ini terbagi dalam 5 bab. Bab 1 tentang Pilar Dasar Pendidikan Berbasis Karakter. Bab 2 tentang Memahami Konsep Belajar di Sekolah. Bab 3 tentang Mengoptimalkan Kecerdasan Majemuk. Bab 4 tentang Strategi dalam Pembentukan Karakter. Bab 5 tentang Sekolah dan Orangtua Satu Bahasa. Berbagai contoh praktis di dalamnya memperjelas uraian dan aplikasi di lapangan.

Penulis dalam bagian awalnya menyampaikan tiga pilar pendidikan berbasis karakter sebagai pijakannya. Ketiga pilar itu memadukan potensi dasar anak yang selanjutnya bisa dikembangkan. Pilar pertama, membangun watak, kepribadian atau moral. Pilar kedua, mengembangkan kecerdasan majemuk. Pilar ketiga, kebermaknaan pembelajaran. Ketiga pilar tersebut ditampilkan dalam “rumah karakter” sebagai bangunan pendidikan berbasis karakter yang meliputi pondasi, tiang, dan atap. Agar ketiga pilar itu kokoh dan berjalan dengan baik, maka perlu ada kontrol, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan.

Pilar pertama mengacu pada perilaku (akhlak) yang mulia, misalnya yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Beliau menjadi model atau idola perilaku mulia anak didik, guru, dan orangtua. Pilar kedua mengacu pada prinsip bahwa semua anak itu cerdas. Setiap anak memiliki keunikan dan kecerdasan yang berbeda-beda (multiple intelligence) seperti ditawarkan oleh Prof. Howard Gardner. Kecerdasan masing-masing itulah yang dikembangkan. Ada anak yang cerdas musik, cerdas logik-matematik, cerdas visual-spasial, cerdas kinestetik, cerdas linguistik, cerdas interpersonal, cerdas intrapersonal, dan cerdas natural. Pilar ketiga mengacu pada proses pembelajaran yang bermakna, yaitu yang memberikan nilai manfaat untuk menyiapkan kemandirian anak.

Konsep pendidikan karakter yang digagas penulis juga mensinergikan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis karakter. Mengapa? Karena, apalah jadinya jika karakter yang dibangun sekolah diruntuhkan oleh orangtua, atau sebaliknya.

Membaca buku Pendidikan Berbasis Karakter seolah “membaca diri” dan membaca cermin dunia pendidikan kita, baik kita sebagai guru, orangtua, maupun anak didik. Jika kita ingin bersama-sama membangun generasi Indonesia yang berkarakter, buku ini harus dibaca. Jangan lupa, dilaksanakan! Siap?

Facebook
Twitter
Email
Print

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *