Oleh: Bagus Pramadika
Seketika pandanganku tak dapat berpaling darinya. Bagiku dirinya seperti malaikat yang selalu saja kudambakan tetapi dia menganggapku bukan siapa-siapanya. Hari itu aku bertemu dia, bagiku dia malaikat dihadapanku tetapi mungkin saja dia hanya menganggapku sebagai teman biasa. Mungkin saja aku terlalu berharap dengan dia.
Seperti biasa aku menuju sekolah dengan berjalan kaki dan membawa sebuah tas, tas tersebut merupakan satu cara yang dapat merubah hidupku menjadi lebih baik. Jalan yang berbatu dan licin sudah biasa aku lewati. Hanya satu jalan tersebut menuju sekolah yang dapat dilewati, sementara itu jembatan desa yang sudah biasa aku lewati sedang rusak diperbaiki karna terjadi hujan deras yang menyebabkan banjir bandang.
Suatu ketika aku akan pergi ke sekolah aku sudah merasakan firasat yang buruk. Sempat aku mengatakan kepada ibuku.
“Buk, aku sekarang gk sekolah tidak sekolah dulu ya buk, aku gk enak badan.” Kataku.
“Tapi nak km tau kan keluarga kita ekonominya kurang, maka berusahalah agar dapat mengangkat derajat keluarga kita” kata ibu.
“baiklah buk, aku akan menuruti kata-kata ibu” jawabanku dengan perasaan yang tulus.
Di pagi hari itu dengan dukungan motivasi dari ibuku, aku berangkat sekolah dengan semangat. Bertepatan aku bertemu dengan dia. Dia tak menyapa aku tetapi aku mencoba menyapanya.
“Na Dina” sapaku.
“Iya ada apa ya?” kata Dina.
“Ngomong-ngomong mau tidak kalau kita besok berangkat sekolah bersama seperti sekarang ini?” kata aku.
“Iya, besok kita berangkat bersama seperti sekarang” kata Dina
Setelah mendengar jawaban tersebut hati aku pun berbunga-bunga. Maka saat disekolah aku bersemangat menuntut ilmu sampai-sampai diriku melamun gara-gara memikirkan hal yang dilakukan besok dan ditegur guruku karna melamun terus.
Esok harinya aku sangat bersemangat ketika ingin berangkat sekolah. Bangun pagi lalu mandi dan sarapan. Ibuku pun bertanya.
“Nak kenapa kamu senyum-senyum dari tadi?, apa ada hal yang lucu?” kata ibuku.
“Tidak ada kok Bu” Kataku.
Dihari selanjutnya kami berangkat bersama dan bertemu ditempat kemarin. Aku lalu menunggunya dengan senang hati meskipun agak lama menunggu. Dari kejauhan terlihat seseorang berjalan kaki ternyata dia bukan Dina melainkan orang yang hendak berangkat menuju sawah. Tak lama kemudian ada yang memanggilku dari kejauhan.
“Jaka……Jaka…..” kata seorang memanggilku sambil berteriak.
Aku membalas teriakan tersebut” Kamu Dina kan….?”
“Iya ini aku” kata orang tersebut.
Beberapa lama kemudian dia berlari menuju aku.Kami pun berangkat bersama menuju sekolah dengan gembira dan senang hati. Dina bertanya kepadaku.
“Ada apa kamu kok senyum-senyum?” Kata Dina.
“Tidak apa-apa kok” kataku, sambil tersenyum.
“Bener?” Kata Dina.
“Iya kok bener.” Kataku.
Berangkat bersama sudah menjadi kebiasaan kami berdua tetapi terjadi sesuatu. Ketika sedang berjalan bersama dan ngobrol. Dina tidak memperhatikan jalannya dia lebih mengarah ke tengah jalan. Dari belakang ada mobil yang berjalan begitu kencang. Terdengar suara yang keras.
BRUAK!!!!GELODAK!!!!!……..
Aku begitu kaget saat mendangar suara tersebut. Tampaknya Dina tak ada disampingku tetapi dia kemana. Ternyata dia tertabrak dari belakang oleh orang yang tak dikenal lalu dia kabur. Aku mulai menghampiri Dina yang tergeletak dipinggir jalan. Dengan berteteskan air mata aku menolongnya. Kebahagianku telah menjadi sebuah malapetaka.
“Tolong………..tolong………”teriakku yang sangat keras.
Warga mulai berdatangan dan mengurumi aku dan Dina. Ada salah satu warga yang memanggil Ambulance.
“Dina kamu tidak apa-apa?” tanyaku sambil berteteskan air mata.
“Aku tidak apa-apa Jaka, tetapi hanya ingin kau tahu bahwa selama ini aku menyukaimu dan tidak mau mengungkapkannya, aku tak mau sekolahmu jadi terganggu…”kata Dina sambil kesakitan.
Aku pun mulai kaget dengan jawaban tersebut. Tubuhku mulai merinding karna mendengar jawaban tersebut. Akhirnya sesaat Dina mengatakan hal tersebut Dina menghembuskan nafas terakhir dipangkuanku sambil bercucuran darah.
Sesampainya Ambulance telah datang aku ikut dengan para perawat tersebut menuju rumah sakit untuk ikut mendampinginya dan mengantarkan kerumahnya untuk dikebumikan di kampung halamannya.Dia sudah meninggal di pangkuanku dan sudah tiada lagi tetapi aku merasa dia selalu bersamaku disisiku ketika berangkat sekolah.